Indonesia Tunjukkan Kepemimpinan Global dalam Implementasi REDD+ dengan Capaian Nyata Penurunan Emisi. (Sumber: Kemenhut)
Jakarta, The Indonesian Time - Indonesia kembali menegaskan posisinya sebagai salah satu negara terdepan dalam upaya global menekan laju perubahan iklim. Melalui implementasi skema Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+), Indonesia berhasil menurunkan emisi dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan, serta memperoleh pengakuan internasional berupa Result-Based Payment (RBP) dengan total komitmen senilai USD 499,8 juta, di mana USD 340,7 juta telah disalurkan. Jumlah ini mencakup dukungan dari Green Climate Fund (GCF) melalui United Nations Development Programme (UNDP) sebagai Accredited Entity, dengan total alokasi sebesar USD 103,8 juta.
Capaian ini menunjukkan komitmen Indonesia untuk memenuhi Paris Agreement sekaligus membuktikan bahwa tata kelola transparan, berbasis bukti, dan kolaboratif dapat melahirkan solusi iklim yang berkelanjutan. Dengan luas tutupan hutan mencapai 95,5 juta hektare, yang merupakan terbesar ketiga di dunia, Indonesia bertekad mewujudkan target FOLU Net Sink 2030, di mana serapan karbon akan lebih besar daripada emisi yang dilepaskan.
“Proyek ini merupakan bukti nyata kepemimpinan Indonesia dalam aksi iklim global serta peran katalitik dari Green Climate Fund (GCF). Dana dari proyek ini telah diinvestasikan secara strategis untuk mendorong strategi nasional REDD+ Indonesia. Hal ini mencakup penguatan arsitektur REDD+, peningkatan kapasitas implementasi, dukungan terhadap tata kelola hutan yang terdesentralisasi, serta perluasan program Perhutanan Sosial nasional. Upaya ini telah memberdayakan masyarakat lokal, meningkatkan pemulihan hutan, serta mendukung penyelarasan REDD+ dengan Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (NDC) yang telah diperbarui,” ujar Hemant Mandal, Direktur Departemen Asia dan Pasifik, Green Climate Fund.
Kementerian Kehutanan telah mencatat capaian penting yaitu rehabilitasi lebih dari 2 juta hektare hutan dan lahan sepanjang 2015–2024, serta penurunan luas kebakaran hutan sebesar 19,6%. Langkah ini diperkuat dengan moratorium izin baru, perlindungan lahan gambut, perhutanan sosial, dan program multiusaha kehutanan yang memberi manfaat langsung bagi masyarakat.
“REDD+ adalah instrumen penting untuk menekan emisi sekaligus memperkuat keadilan lingkungan. Pendekatan ini memastikan bahwa masyarakat adat, komunitas lokal, dan kelompok rentan turut merasakan manfaat dari aksi iklim Indonesia,” jelas Wakil Menteri Kehutanan, Rohmat Marzuki.
Selain menjaga hutan, pemerintah juga memperkuat tata kelola lingkungan hidup secara menyeluruh. Kementerian Lingkungan Hidup mendorong penerapan instrumen lingkungan seperti pengendalian pencemaran, perlindungan keanekaragaman hayati, serta integrasi aksi iklim dalam rencana pembangunan nasional. Upaya ini menjadikan REDD+ bukan hanya sebagai program kehutanan, tetapi bagian dari strategi transisi menuju pembangunan rendah karbon.
“Keberhasilan REDD+ membuktikan bahwa pembangunan rendah karbon bisa dicapai dengan tata kelola yang transparan dan partisipasi semua pihak. Ini adalah warisan penting bagi generasi mendatang,” ujar Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq.
Keberhasilan REDD+ di Indonesia ditopang oleh penguatan arsitektur tata kelola. Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan Kementerian Kehutanan (Kemenhut) telah membangun sistem Measurement, Reporting, and Verification (MRV), Forest Reference Emission Level (FREL), dan Sistem Registri Nasional (SRN) sebagai instrumen pemantauan emisi yang kredibel.
Selain itu, Indonesia juga telah mengoperasikan Sistem Informasi Safeguards (SIS) untuk memastikan pelaksanaan REDD+ sejalan dengan prinsip inklusif, responsif gender, dan tidak merugikan masyarakat adat maupun komunitas lokal. Pendekatan ini memperkuat legitimasi Indonesia di mata dunia sebagai pelaksana REDD+ yang akuntabel.
BPDLH sebagai Platform Pendanaan Hijau
Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) memainkan peran sentral sebagai pengelola dana REDD+ di Indonesia. Melalui dukungan Green Climate Fund (GCF), BPDLH menyalurkan pendanaan global secara transparan untuk restorasi hutan, rehabilitasi lahan kritis, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan.
“BPDLH hadir sebagai platform pendanaan hijau yang menjembatani dukungan global, termasuk dari Green Climate Fund, dengan aksi nyata di Indonesia. Pendanaan REDD+ yang kami kelola tidak hanya diarahkan untuk rehabilitasi hutan dan restorasi gambut, tetapi juga untuk memperkuat kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. Transparansi, akuntabilitas, dan inklusivitas menjadi prinsip utama dalam setiap rupiah dana lingkungan,” ujar Direktur Utama BPDLH, Joko Tri Haryanto.
Kolaborasi dengan UNDP dalam Akselerasi REDD+
United Nations Development Programme (UNDP), sebagai Accredited Entity dari Green Climate Fund (GCF), mendukung Indonesia untuk memastikan pendanaan REDD+ dapat diakses dan dikelola secara efektif. Bersama Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan, dan BPDLH, UNDP memperkuat kapasitas pemerintah pusat dan daerah melalui pelatihan, penyusunan standar safeguards, hingga pendampingan proposal pendanaan.
Pendekatan ini memastikan manfaat REDD+ tidak hanya menekan emisi, tetapi juga melindungi masyarakat adat, mendorong kesetaraan gender, dan memperkuat pembangunan sosial-ekonomi berkelanjutan.
Menjelang COP30, Indonesia tengah merampungkan NDC kedua 2031–2035 dengan target ambisius pengurangan emisi hingga 60% dibandingkan 2019. Fase baru pendanaan REDD+ ditandai dengan Kick-off Meeting penyusunan Concept Note dan Funding Proposal di Jakarta pada 12 Agustus 2025, yang menegaskan komitmen Indonesia untuk melaksanakan program ini secara inklusif, transparan, dan berbasis bukti.
“Perjalanan REDD+ Indonesia bukan hanya tentang hutan, tetapi juga tentang manusia, mata pencaharian, dan masa depan bersama kita. Dengan mengurangi emisi, melindungi keanekaragaman hayati, dan memperluas peluang ekonomi hijau, Indonesia telah menjadi teladan dalam menunjukkan bagaimana aksi iklim dapat mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus memperkuat penghidupan bagi masyarakat. UNDP tetap berkomitmen penuh untuk mendukung pemerintah dalam memajukan REDD+ sebagai landasan pembangunan manusia berkelanjutan,” ujar Sara Ferrer Olivella, Perwakilan Residen UNDP Indonesia.
Dengan kolaborasi kuat antara Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan, BPDLH, dan UNDP, Indonesia membuktikan bahwa upaya mitigasi perubahan iklim dapat berjalan seiring dengan pembangunan manusia yang berkelanjutan.***