SLI Tematik Gunung Kidul, Bekali Petani Hortikultura dengan Literasi Iklim untuk Ketahanan Pangan. (Sumber: BMKG)
Yogyakarta, The Indonesian Time - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) kembali menggelar Sekolah Lapang Iklim (SLI) Tematik di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebanyak 60 peserta yang terdiri dari petani hortikultura, penyuluh pertanian lapangan (PPL), pengendali organisme pengganggu tanaman (POPT), kelompok wanita tani, hingga petani milenial mengikuti kegiatan SLI di pendopo kalurahan Kedungpoh ini dengan antusias.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, dalam sambutannya menekankan bahwa tantangan perubahan iklim sudah di depan mata dan semakin terasa dampaknya pada sektor pertanian.
“Sepuluh tahun terakhir adalah periode terpanas dalam sejarah pencatatan iklim. Tahun 2024 bahkan menjadi tahun terpanas dengan anomali suhu global 1,55 °C di atas era pra-industri. Kondisi ini memaksa kita mengambil langkah adaptasi nyata, apalagi sektor pertanian sangat rentan,” ujarnya.
Dwikorita menambahkan, SLI bukan sekadar program pelatihan, tetapi bagian dari gerakan nasional untuk mencetak petani tangguh dan cerdas iklim.
“Petani harus mampu membaca cuaca, memahami iklim, dan menyesuaikan pola tanam agar bisa mengurangi risiko gagal panen. Inilah kontribusi BMKG untuk mendukung swasembada pangan sebagaimana tercantum dalam Asta Cita Presiden,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, BMKG juga menyampaikan prakiraan awal musim hujan di DIY yang diperkirakan masuk pada dasarian ketiga Oktober 2025.
“Dengan sifat hujan yang normal, petani bisa menyesuaikan pola tanam lebih tepat waktu sekaligus memaksimalkan pemanfaatan air hujan,” jelas Dwikorita.
Sebelumnya, Ketua Panitia yang juga Kepala Stasiun Klimatologi DIY, Reni Kraningtyas, melaporkan bahwa kegiatan ini dirancang untuk mendukung petani hortikultura cabai dan bawang merah di Nglipar.
“Peserta terdiri dari 47 petani hortikultura, 5 PPL, serta 8 perwakilan dari Kalurahan Kedungpoh. Materi utama meliputi pemanfaatan informasi iklim untuk mendukung budidaya hortikultura, pengenalan unsur iklim dan alat ukur, serta pemahaman informasi cuaca dari BMKG,” jelasnya.
Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul turut memberikan apresiasi atas terselenggaranya kegiatan ini. Wakil Bupati Gunung Kidul, Joko Parwoto, mengungkapkan pentingnya peningkatan kapasitas petani menghadapi tantangan iklim.
“Pertanian adalah tulang punggung perekonomian Gunung Kidul, namun juga sangat rentan terhadap perubahan iklim. Karena itu, SLI sangat penting untuk membekali petani dengan keterampilan adaptasi. Dengan semangat kerja keras dan kemampuan beradaptasi, masyarakat Gunung Kidul pasti mampu menjadikan tantangan iklim sebagai peluang untuk meningkatkan kesejahteraan,” ungkapnya.
Dukungan juga datang dari Bank Indonesia (BI) yang sejak 2019 konsisten bersinergi dengan BMKG dalam program SLI. Kepala Perwakilan BI DIY, Sri Darmadi Sudibyo. Ia mengaitkan SLI dengan pengendalian inflasi pangan.
“Produksi pertanian sangat dipengaruhi kondisi iklim. Karena itu, penguatan literasi iklim bagi petani menjadi langkah penting untuk memastikan ketersediaan pasokan dan menjaga stabilitas harga pangan. Program klaster cabai dan bawang merah yang kami kembangkan bersama kelompok tani di Gunung Kidul adalah salah satu upaya nyata dalam menjaga inflasi tetap terkendali,” jelasnya.
Melalui SLI Tematik, BMKG terus memperluas dampak nyata literasi iklim bagi petani, sehingga layanan informasi iklim dapat langsung diimplementasikan di lahan pertanian. Sinergi BMKG dengan lintas sektoral, baik pemerintah daerah, BI, maupun kelompok tani, diharapkan mencetak petani-petani tangguh yang siap menghadapi perubahan iklim, menjaga ketahanan pangan, serta mendukung kemandirian bangsa.***