Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Stafsus Menag Sebut Kearifan Lokal Modal Diplomasi Indonesia

Jumat, 05 September 2025 | September 05, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-09-05T14:28:08Z
Stafsus Menag Sebut Kearifan Lokal Modal Diplomasi Indonesia. (Sumber: Kemenag)

Jakarta, The Indonesian Time - Staf khusus (Stafsus) Menteri Agama Farid F Saenong memgatakan, salah satu indikator moderasi beragama adalah penghargaan terhadap kearifan lokal. Hal itu, kata Farid, justru menjadi modal diplomasi Indonesia di dunia internasional.

“Kita bangsa besar, dari Aceh hingga Papua, sama jauhnya dengan London ke Turki yang melakui banyak negara. Jika agama dijalankan dengan arif sesuai budaya lokal, maka Indonesia bisa menunjukkan bahwa agama dan demokrasi negara mampu berjalan berdampingan,” ujar Farid saat bicara pada Pelatihan Penguatan Moderasi Beragama bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemerintah Provinsi Lampung, Kamis (4/9/2025).

Pelatihan ini berlangsung di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Provinsi Lampung 2–4 September 2025. Farid menekankan pentingnya moderasi beragama sebagai benteng mencegah intoleransi, baik di kalangan sipil, ASN maupun militer.

Farid menyebut, dalam sejarah dunia, ancaman kudeta kerap muncul dari kelompok bersenjata dan garis keras. Karena itu, menurut dia, pelatihan ini menjadi modal penting bagi ASN untuk menumbuhkan sikap moderat.

“Bapak-Ibu memiliki bekal kuat untuk mencegah tindakan intoleran dan ekstremisme,” ujarnya.

Ia juga menegaskan Kementerian Agama memiliki tanggung jawab menjaga seluruh umat beragama di Indonesia terutama umat islam agar tetap autentik, berakar pada budaya, dan menghargai kearifan lokal. Menurutnya, kelompok moderat menjadi pilar utama dalam menjaga demokrasi dan stabilitas sosial Indonesia.

“Kita beruntung memiliki kelompok tengah yang kuat. Saat krisis 1998, misalnya, potensi kekacauan bisa saja melahirkan kekacauan yang dahsyat dan berkepanjangan, tetapi karena ada kekuatan moderat, hal itu mampu diredam,” katanya.

Dalam sesi tanya jawab, sejumlah peserta menyinggung implementasi moderasi beragama di daerah yang memiliki latar belakang agama berbeda, mekanisme pembinaan terhadap narapidana terorisme, hingga kasus mualaf yang mengalami diskriminasi keluarga. Menanggapi hal itu, Farid menekankan bahwa moderasi beragama berlaku lintas agama dan budaya.

“Fenomena ekstremisme ada di semua agama. Karena itu, konten moderasi bisa disesuaikan berdasarkan kearifan lokal masing-masing, Tujuannya agar umat beragama tetap seimbang sebagai pemeluk agama dan warga negara,” ujarnya.

Ia juga menjawab soal pembinaan terhadap mantan narapidana terorisme (napiter) dengan menekankan pentingnya peran pemerintah daerah dan masyarakat.

“Bapak-Ibu di Kesbangpol memiliki kewajiban mengawal mereka agar bisa memulai hidup baru. Negara hadir, tetapi masyarakat juga perlu menerima kembali mereka sebagai bagian dari bangsa ini, mari membumikan semangat moderasi ini” kata Farid.

Terkait pertanyaan diskriminasi terhadap mualaf, ia menilai komunitas keagamaan dan pemerintah harus bergandengan tangan menciptakan ruang aman.

“Tidak boleh ada kekerasan atas nama agama. Moderasi hadir justru untuk memastikan siapa pun yang memilih keyakinan baru tetap dilindungi hak hidup dan martabatnya,” tegasnya.

Soal tudingan internasional yang melabeli Indonesia sebagai negara muslim garis keras, Farid menekankan bahwa moderasi beragama adalah jawaban.

“Indonesia punya semboyan Bhinneka Tunggal Ika dan di Lampung ada falsafah Sai Bumi Ruwa Jurai. Inilah bukti bahwa pendatang dan pribumi bisa bersatu. Mari kita tunjukkan ke dunia bahwa Indonesia adalah contoh Islam moderat yang damai dan berkeadilan,” ujarnya.

Farid juga mengapresiasi peran Densus 88, Kesbangpol, dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam menangani persoalan intoleransi, termasuk terhadap 56 mantan narapidana terorisme yang kini berdomisili di Lampung. Ia berharap dukungan anggaran semakin diperkuat agar pembinaan mereka berjalan optimal.

Pelatihan ini merupakan implementasi dari Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2023 tentang Penguatan Moderasi Beragama. Pemerintah menargetkan ASN di seluruh kementerian dan daerah mampu menjadi teladan dalam mengimplementasikan sikap moderat, toleran, dan berkeadilan di lingkungan kerja serta masyarakat.***
×
Berita Terbaru Update